Senin, 11 Oktober 2010

Penggunaan Sarana Canggih dan Gerakan Hati

oleh Fr. Kanisius

Prolog
Seorang frater sepuh telah bertahun-tahun menempati sebuah kamar di sudut biara tua. Apakah memang ia betah dan kerasan tinggal di sudut kamar biara tua itu?. Seorang pun tidak tahu, dan yang tahu cumalah dirinya dan Sang Maha Tahu. Ataukah memang ia harus di sudutkan dikamar Biara tua itu? Semuanya misteri dan misterius untuk ditelusuri dan diinvestigasi. Sejatinya, ia adalah sosok yang low profil dan humanis, moderat dan demokratis, bahkan tidak anti alat-alat modern. Namun keterpanggilan jiwanya dan ketergerakan hatinya, dengan santun menggunakan alat-alat modern sesuai dengan kebutuhan dan skala prioritas. Ia pun cermat, selektif dan cerdas untuk menggunakan sarana canggih hanya demi menunjang kinerjanya. Ia sangat merasa malu kalau melihat Laptop yang mutakhir itu, hanya merupakan pajangan di salah satu ruang kerja. Ia pun merasa prihatin dan pilu, kalau sarana canggih itu hanya dibuka untuk mendengarkan lagu-lagunya saja. Dan si pemiliknya, sembari bersenandung hanya mengekori lagu-lagu tersebut. Si Pemiliknya pun tidak pernah mengefektifkan alat canggih itu, sehingga menghasilkan konsep-konsep yang berguna bagi Kongregasi. Ia pun terharu dan sedih bahwa sarana yang canggih itu, hanyalah semacam “Show of Conceit” dan sekedar gaya demi memenuhi selera, keinginan bahkan untuk memuaskan nafsu memiliki dari sang pemiliknya. Dengan fenomena-fenomena yang terrekam seperti ini, tergeraklah hati Si frater sepuh; “Ahh! Kalau kondisinya begini terus…kaum hedonis sementara bergetayangan di dalam Biara tua ini”.


Dari sudut kamar Biara tua itu, seolah-olah telah menjadi saksi bisu mengenai perjalanan, pergulatan dan pergumulan sosok Si frater sepuh menggeluti panggilannya. Ia terus berusaha dalam proses pembelajaran tentang kesetiaannya menjawabi panggilan Tuhan dari hari ke hari. Dari sudut kamarnya, Ia pun mengatur aktivitas rutinitasnya. Ia pun menata dan mengolah panggilannya sesuai dengan gerakan hati sebagai seorang Biarawan. Sering pula terdengar suara ketikan dari tuts komputer antik keluaran pertama, di ruang kerjanya; “tookk, taakk, tuuuuukkkk… tookk, taakk, tuuuuukkkk… dan seterusnya”. Suara itu memecahkan keheningan malam, yang cuman diselingi alunan musik alam disekitarnya. Karena komputer antik Si frater sepuh, tidak ada file dan program lainnya untuk mengakseskan lagu-lagu. Begitu pula bila siang hari tiba, dari sudut kamar biara tua, terdengarlah sayup-sayup nan redup suara ketikan tuts kuno itu. Namun sayang beribu sayang, suara ketikan tuts antik pada komputernya, tidak lagi terdengar oleh telinganya sendiri. Adapun alasanya bukan si frater sepuh itu pekak atau tuli. Tetapi bunyi ketikan di tuts antiknya, tidak bisa lagi bersaing. Bahkan tidak mampu mengimbangi gemuruhnya sound musik Komputer dan sound musik tape recorder bermerk mutakhir, dari kamar-kamar frater lainnya sebagai warga tetangga sebelah (WTS). Melihat pemandangan yang disuguhkan rada aneh, dan telah mengabaikan unsur keheningan dalam biara tua itu, maka tergeraklah hati Si frater sepuh; “Ahh! Kalau begitu terus… Biara tua ini tidak bedanya dengan toko musik mini di etalase-etalase Mall, candanya dengan penuh sinis”.

Si frater sepuh, tidak pernah merasa risi, iri atau sirik kepada saudara-saudaranya sekomunitas yang memiliki alat canggih super modern. Sedangkan di ruang kerjanya hanyalah ditemani dengan sebuah komputer kuno nan antik, yang tidak bisa mengaseskan internet untuk berselancar ria di dunia maya.
Ia pun tidak pernah mempertanyakan ataukah melakukan investigasi kepada konfraternya, mengenai keberadaan Laptop multi fungsi yang dipajang di ruang kerja maupun yang ditata juga di kamar pribadi konfraterya. Apalagi dari Laptop yang dimiliki oleh konfraternya dapat mengakses situs-situs apa saja dijejaringan dunia maya. Ia pun tidak menggerutu sepata katapun, ketika melihat sepak-terjang konfraternya memiliki beberapa HP dan gonta-ganti menukar HP demi mengikuti mode dan tipe HP yang bermerk terkini alias BB. Ia hanya merasa lucu dan geli sendiri, ketika melihat tingkah laku konfraternya di kala ibadat pagi atau sore yang lagi khusuk, bahkan kadang kala disaat mengikuti perayaan Ekaristi pun, HP BB konfraternya turut berdering memanggil tuannya. Mengingat pentingnya suasana khusuk dalam doa dan suasana sakral dalam perayaan ekaristi tetap terjaga, tergeraklah hati Si frater sepuh; “Ahh! Kalau suasananya seperti ini terus… mungkin di pintu kapel komunitas-komunitas biara, diadviskan untuk menuliskan peringatan; Pastikan posisi HPmu dalam keadaan OFF”.

Lain kisah, Si frater sepuh sungguh-sungguh merindukan suasana persaudaran dikala makan bersama. Ia pun mendambakan suasana keakraban pada saat rekreasi komunitas. Sebagai prokurator profesional dan berpengalaman, Ia pun telah berupaya menyusun menu harian sesuai dengan selera konfraternya. Namun tetap berpatokan pada makanan yang sehat dan bergizi untuk dikomsumsikan dan minuman berhigenis yang memenuhi standar kesehatan untuk acara rekreasi. Tetapi sayang beribu sayang, kerinduan terhadap susana persaudaraan pada saat makan bersama hanyalah formalitas dan basa-basi. Konfraternya sekomunitas tenggelam dalam keasyikkannya masing-masing. Ada konfrater yang sementara makan harus segera bangun untuk menerima telepon panggilan dari HP BBnya. Konfrater lain pun tidak ketinggalan aksinya, sementara makan sambil sibuk pula menerima dan membalas SMS dari sesama, dengan menggunakan HP multi fungsi. Begitu pula impian Si frater sepuh yang mendambahkan suasana keakraban dalam acara rekreasi, tetaplah menjadi sebuah mimpi. Karena konfraternya sibuk dengan HP BBnya masing-masing untuk “Chatting” dengan teman-teman Fbnya di jejaringan dunia maya. Menyaksikan, mengalami kondisi dan situasi komunitasnya, yang sedemikian adanya, tergeraklah hati Si frater sepuh; “Ahh! Kalau situasi dan kondisinya begini terus…berarti kaum maniak sudah merambat pasti di dalam biara tua ini. Jadi kesimpulan sementara dariku, yang error bukanya pada alat-alat canggih itu, tetapi human error”.

Pada tahun kemarin, Si frater sepuh sempat mengikuti acara retret tahunan bersama. Masih segar dalam ingatan Si frater sepuh, ketika tiba di tempat retret dikala itu. Dari mulut konfraternya sudah berceloteh demikian; Di sini sinyalnya tidak ada, di situ sinyalnya hilang muncul, di sana sinyalnya agak penuh dan di bukit sana sinyalnya penuh dan bagus sekali. Si frater sepuh hanya terdiam sembari senyum kecut mendengar ocehan-ocehan konfraternya. Dengan semangat empat lima yang masih tersisa, Ia telah bertekad dan membangun niat untuk berusaha dan berupaya mengikuti acara retret tahunan itu dengan sebaik-baiknya. Namun kenyataan berbicara lain, Si frater sepuh pun terperangah dengan sejumlah pola tingkah laku dari peserta retret lainnya. Suasana hening, meditasi, refleksi pribadi dan doa-doa pribadi yang harus diprioritaskan, sungguh tidak lagi menjadi primadona bagi konfrater anak zaman ini. Waktu meditasi dan refleksi pribadi yang seharusnya digunakan untuk mengakrabkan diri dengan Kitab Suci. Namun ironisnya, konfraternya lebih mengakrabkan diri dengan HPnya untuk ber SMS ria. Begitupun dari waktu ke waktu untuk doa pribadi, yang seharusnya digenggam adalah butir-butir Rosario. Ternyata konfraternya sudah menggenggam erat santa nokia dan santo black berry, untuk mendengarkan lagu-lagu favoritnya dan berselancar ria dengan teman Fbnya dijejaringan dunia maya. Sebuah pengalaman dan pemandangan retret yang sangat kontras, dengan zamannya Si frater sepuh keluhnya. Maka ter geraklah hati Si frater sepuh; “Ahh! sungguh aneh tetapi nyata, tidak bisa dimengerti tapi itulah realita, tidak bisa dipahami tetapi hanya bisa memahaminya, seraya membatin”.

Komputer antik keluaran perdana di ruang kerja Si frater sepuh, yang tanpa embe-embel Pantium tetap menjadi kebanggaannya. Ia gunakan sebagai alat dan sarana yang efektif-efisien dalam mendukung tugas utamanya sebagai prokurator komunitas. Berkat sarana antik itu, Ia pun dengan cekatan membuat laporan pertanggungjawaban sebagai tuntutan administrasi kepada pihak-pihak berwenang, tepat pada waktunya. Dengan komputer kunonya itu, Ia pun selalu tampil enjoy dan sungguh menikmati dalam mengerjakan tugas-tugasnya ataupun membantu mengerjakan tugas konfrater lain. Dari komputer tua itu, telah banyak membantu dirinya trampil membuat renungan-renungan dikala rekoleksi komunitas ataupun untuk Kelompok Umat Basis (KUB). Berkat komputer antik itu, mengalirlah sejumlah renungan yang Ia gunakan sebagai bahan pewartaan di gereja stasi, lingkungan ataupun untuk memberikan renungan kepada persekutuan Santa Anna dan Legio Maria. Dengan pengalamannya yang rada unik namun mengesankan, kecil tetapi indah dan menyenangkan, sederhana namun menawan, bersahaja tetapi mengagumkan. Maka tergeraklah hati Si frater sepuh; “Syukur bagi-Mu Tuhan, Engkau telah menuntun aku untuk menguasai alat canggih, dan tidak membiarkan alat canggih menguasai pribadi ku. Amin”.

Realita
Semua orang tahu, arus globalisasi pada umumnya telah melanda dunia dewasa ini. Dunia terasa kecil, dan seolah-olah dapat dijangkau dengan pelbagai sarana berkat kemajuan IPTEK. Apa yang terjadi di belahan benua barat, sekejap saja sudah diketahui oleh belahan benua lainnya, begitupun sebaliknya. Sebagian orang terpanggil untuk menggeluti secara mendalam mengenai perkembangan kemajuan di dunia tekhnologi informatika dengan pelbagai specifikasinya. Begitu pula kaum biarawan-biarawati tidak mau ketinggalan kereta. Tarekat-Tarekat banyak mengirimkan anggotanya untuk mengikuti kursus-kursus, atau mendalami secara khusus dunia tekhnologi komputer dan Informatika. Tidak ketinggalan pula para anggota Tarekat lainnya, mereka pun terpanggil untuk belajar secara otodidak, baik hal teknis, maupun operasionalnya mengenai tekhnologi komputer tersebut.

Perkembangan tekhnologi komputer, khususnya di Kongregasi Frater-Frater Bunda Hati Kudus, patut memberikan apresiasi. Sekitar dua pulu tahun yang lalu, tepatnya tahun 1990 an, arus komputerisasi sudah hadir dalam Komunitas biara dan di lingkungan Pendidikan Yayasan Mardi Wiyata. Kita patut mengangkat jempol bagi para inisiator dengan gagasan yang cerdas menghadirkan program komputerisasinya. Kita boleh bangga dengan para penggagas yang telah membaca peluang-peluang demi menjawabi tantangan dalam dunia pendidikan dikala itu. Berkat kerja sama yang baik antara para penggagas dengan lembaga Gramakom, munculah pelatihan-pelatihan secara langsung yang diberikan para instruktur Gramakom ke sekolah-sekolah YMW. Pelaksana pendidikan di masing-masing unit kerja/karya, selalu mengikuti perkembangan tekhnologi komputer terbaru untuk dihadirkan di sekolahnya sebagai pemikat dan daya saing yang sehat. Dengan melihat persaingan di dunia pendidikan semakin ketat, maka pihak YMW telah memprioritaskan program multi media di lingkungan karya pendidikannya, agar tetap eksis kehadirannya dalam era Globalisasi ini. Begitupun kehadiran komputer-komputer disetiap komunitas Biara BHK, selalu mengikuti perkembangan tekhnologi komputer terbaru demi menjawabi kebutuhan. Bahkan sejak tahun 2000 an, sebagian konfrater telah memiliki Laptop atau Note Book, demi mendukung tugas-tugasnya. Dan tidak dipungkiri pula daya juang dari sebagian konfrater lain pun sedang berlomba-lomba untuk memiliki sarana tekhnologi komputer tercanggih, yang dapat dibawa ke sana-ke mari, cepat atau lambat pasti dimilikinya.

Di sisi lain, perkembangan pesat di ranah tekhnologi komunikasi telah melanda dunia dewasa ini. Dan dalam hal ini tidak dapat terbendung lagi oleh apa dan siapapun. Pelbagai alat-alat canggih untuk mengkomunikasikan satu dengan yang lain, telah tersedia lewat pelbagai sarana tekhnologi komunikasi mutakhir. Sebut saja “Komputer biasa” dengan mengakseskan melalui jaringan internet, sudah dengan mudanya berselancar ria dengan teman-teman seantero penjuru dunia. Kehadiran “Laptop dan Note Book“ yang sudah dilokalisasikan di daerah Hot Spot, maka dengan gampangnya mengakseskan situs-situs apa saja sesuai yang diinginkan. Dan juga dapat berkomunikasi dengan sesama di jejaringan dunia maya. Begitu pula dengan kehadiran “Hand Phone” (HP), pelbagai tipe, merk dan mode dengan mudah diperoleh kapan dan dimana saja. Tentunya sesuai dengan selera yang diinginkan, tidak perlu berpikir lagi mengenai uang, hal ini gampang diatur, yang penting tampil modis dengan HP bermerk. Sebuah kenyataan yang patut di catat bahwa kehadiran HP di Kongregasi Frater BHK, baru dilegalkan sekitar tahun 2007, tetapi jauh sebelumnya itu, sebagian konfrater sudah memilikinya secara diam-diam. Awal-awalnya HP yang biasa, murah meriah, namun dalam perjalanan waktu dan secara diam-diam, gonta ganti HP mutakhir pun terjadi. Proses terjadinya semuanya ini, tidak ada seorang pun yang tahu, dan yang tahu hanyalah dirinya dengan Sang Maha Tahu. Tidak ada alasan yang mendasar mengenai gonta gantinya HP tersebut, namun yang pasti dapat terbaca, hanyalah demi selera, keinginan mengikuti mode dan nafsu memiliki HP mutakhir alias Black Berry (BB). Sebuah kisah yang lucu, sulit diterima dengan akal sehat dan rada aneh namun nyata-nyata terjadi, demi memuaskan keinginan memiliki HP Black Berry, Ia pun rela memberikan HP N73, yang baru digunakannya sebulan kepada konfrater lainnya.

KESIMPULAN
Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersyukur kepada Tuhan, karena berkat karunia-Nya telah menganugerahkan diantara kita, segelintir orang yang memiliki bakat dan talenta yang super genius. Kita pun patut berterima kasih kepada pribadi-pribadi agung. Berkat kepandaian dan kemampuan yang dimiliki, mereka telah menunjukkan kreativitas yang genius, dengan menghadirkan penemuan mereka terhadap sarana-sarana canggih pada zaman ini. Saya yakin! Tidak ada misi terselubung, dalam karya-karya canggih abad ini oleh para penemunya. Semuanya murni demi ilmu dan Tekhnologi yang diamalkan oleh para penemunya bagi kemajuan IPTEK dunia dewasa ini.

Kehidupan Membiara dan Globalisasi, bagaikan dua sisi mata uang dalam satu keping yang tak terpisahkan. Karena kehidupan membiara ada di dalam dunia. Dunia merupakan medan tugas dan misi perutusan karya Kongregasi. Maka konsekuensi logisnya, Hidup membiara perlulah senantiasa berdaptasi dengan dunia dan segala perkembangan zaman yang di dalamnya telah menghadirkan sarana-sarana modern. Namun satu hal penting! yang harus selalu disadari penuh, bahwa kita tetaplah seorang Biarawan dalam arus Globalisasi. Maka keterpanggilan hati sebagai seorang Biarawan; haruslah cermat, selektif, cerdas dan santun dalam menggunakan sarana canggih yang ditawari oleh Dunia.

Amanat konstitusi Kongregasi Frater-Frater Bunda Hati Kudus, amat jelas melukiskan sikapnya terhadap Globalisasi; “Kita hidup di dunia ini; kita adalah bagiannya; dunia menjadi tanggung jawab kita. Kita percaya bahwa Tuhan berkarya di dalamnya; dan memanggil kita untuk menjadi manusia; agar kita, dengan kelebihan-kelebihan dan keterbatasan-keterbatasan kita akan berkembang serupa citraNya” (Konst. 1). Disinilah disposisi batin kita tertantang, keterpanggilan jiwa kita sebagai seorang biarawan teruji. Hanyalah dengan kepekaan, memampukan kita untuk mendengarkan ketergerakkan hati menjawabi arus Globalisasi yang melanda dunia dewasa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar